Ibadah haji seolah kehilangan makna bagi umat Islam Indonesia secara umum. Seperti dimaklumi bahwa Ibadah haji sudah menjadi
tradisi sebagian besar umat muslim Indonesia secara turun menurun. Ratusan ribu
jamaah haji Indonesia setiap tahunnya selalu
memenuhi wilayah Masjidil Haram.
Namun, Ibadah haji yang dilakukan ratusan ribu/jutaan
jamaah tak berdaya menjelaskan dan menjawab krisis di Indonesia. Faktanya,
Indonesia mendapat julukan negara terkorup no.1 di Asia dan nomor 2 di dunia. Sehingga ada
kesimpulan umum, haji yang dilakukan jutaan tak berbekas, hanya sekadar menjadi
ritual sia-sia belaka.
Selama ini haji lebih dititikberatkan pada syariat,
fiqih dan ritual, sekadar memenuhi rukun-wajib haji. Yang lebih ironis lagi,
orang berangkat ke tanah suci, pulang supaya disebut dengan hajji atau hajjah
di depan namanya. Esensi ditinggalkan, gebyar lebih utama disuguhkan.
Semangat berhaji bisa dianalogkan dengan semangat orang
muslim membangun masjid, namun belum/tidak diteruskan tahap memakmurkan masjid
apalagi memakmurkan jamaah. Esensi haji belum menjadi mainstream, memahami
adanya momentum untuk melakukan perubahan.
Pelaksanaan ibadah haji yang benar
harus ditunaikan sehingga ibadah ini benar-benar membekas dan merubah pola
fikir, pola bicara, dan pola tingkah laku. Untuk mengawalinya, apa sebenarnya motivasi
haji yang harus dipunyai oleh seorang muslim?
1.
Reason to Do, memiliki alasan kuat, tekad
dan niat ikhlas dalam berhaji.
2.
Understanding Religion Level, memandang
bahwa jamaah memiliki pemahaman agama berbeda. Bila fokus pada fiqih semata
timbul kesan haji sangat complicated, rumit dan susah. Padahal yassiru wa
laa tu’assiru.
3.
Pemahaman
haji sebagai wasilah atau jembatan. Kendaraan (vehicle) mencapai masa depan
lebih baik. Kalau tahun ini berangkat
haji, harusnya tahun ini lebih baik dibanding tahun kemarin.
4.
Penghayatan, haji sebagai suatu prosesi. Ibarat
film kehidupan, manusia sebagai aktor, Allah sutradara. Dalam film ada skenario
sa’i, thawaf, dan lain-lain. Setting tempat seperti Ka’bah, Shafa-Marwa. Kesadaran
menjadi aktor terbaik hingga meraih “piala citra”.
Banyak
esensi dari ibadah haji yang betul-betul mulia. Dalam beribadah haji, semua
jamaah memakai pakaian ihrom. Sesungguhnya hal ini mengandung pesan rahasia
yang mendalam. Di antara pesan tersebut adalah:
1. Pakaian
putih 2 lembar tak berjahit, paling tidak 3 pesan terselip di dalamnya
(Ketulusan-sincerity, Kesamaan-similiarity, Kesederhanaan-simplicity).
2.
Pakaian putih filosofi dari kesucian, kebersihan,
keselasan.
3.
Ketulusan dalam bahasa agama Ikhlas.
Ketulusan bermakna
give more get even more (berikan lebih-kita akan mendapat lebih).
Beribadah
haji juga melakukan thawaf. Pelajaran yang tinggi nilainya dari prosesi ibadah
ini. Keikhlasan dibangun, kepasrahan ditumbuhkan, kesucian dijaga, kesabaran
dikembangkan. Pelajaran untuk hidup bersama dengan orang lain juga ditanamkan
dalam thawaf ini. Orang harus menghormati orang lain, menjaga ketenangan
ketentraman orang lain. Dalam menjalankan tugasnya, orang harus selaras dengan
aturan dan keteraturan. Dan juga yang lebih utama dari pelajaran thawaf ini
adalah keikhlasan yang tinggi ditempa.
Ibadah sa’I juga mengandung makna yang luar biasa. Perjuangan,
keuletan, ketangguhan untuk mendapatkan sesuatu dengan tetap menjaga kehormatan
orang lain. Jiwa ikhlas betul-betul digemblengkan. Dan masih banyak makna
esensial dari rangkaian ibadah haji yang lainnya yang menjadikan manusia siap untuk berubah baik dengan penuh
keikhlasan.
Manusia yang selalu ikhlas dan berusaha terus ikhlas adalah
gemblengan haji yang sesungguhnya. Mereka adalah pertama, manusia yang selalu
melihat peluang dalam kehidupan (tidak pernah melihat ancaman dalam hidup). Kedua,
manusia yang berpikir longterm bukan short term. Berpikir jangka
panjang-kalau berhasil bersyukur & bila gagal sabar. Ketiga adalah manusia
yang memberikan sesuatu kepada orang lain (purpose right). Kemaslahatan bersama
selalu dijunjung tinggi. (edited by mashadiok@gmail.com).
0 komentar:
Posting Komentar