Minggu, 05 Mei 2013

PEMBENAHAN PADA AMALAN MANASIK (Oleh Pak Asrori Ma'ruf)

PENDAHULUAN :
Bahwa dalam ibadah makhdloh ( = khusus ) termasuk ibadah haji ada tuntunannya yang baku, baik dari ayat Qur'an maupun hadits Nabi. Penelitian terhadap nash-nash agama selalu digiatkan untuk memperoleh dalil yang akurat. Berikut adalah hasil temuan yang terserak atas penelitian tersebut. Sehingga sesama peserta dan pembimbing KBIH Aisyiyah tidak boleh ada perbedaan di dalam bimbingan-ibadah dan manasik haji.
IBADAH DALAM MUHAMMADIYAH :
1)- Dalam dunia Islam terdapat  2  corak- faham, yaitu : MANHAJIY dan MAZHABIY.  Muhammadiyah itu bercorak manhajiy, artinya faham agamanya berdasarkan pada idea atau manhaj.  Sehingga ideologinya berazaskan syari'at (Qur'an dan Sunnah) dan beroirientasi kepada dalil ; bukan kepada mazhab atau qoul (ucapan seorang). Di luar itu ada corak mazhabiy, karena yang dianut adalah mazhab, aliran, ataupun kelompok-isme tertentu. Tentu saja orientasinya memihak dan mengikatkan diri  kepada mazhab atau qoul ulama.  
2)- Istilah bid'ah itu berbeda dengan ikhtilafiyah, Dalam makna bid'ah, sebab orang beramal ibadah tidak mendasarkan dalil dan memang tidak ada dalilnya. Adapun  dalam istilah ikhtilafiyah, maka semua pihak memang menggunakan dalil, sebab memang ada dalilnya; hanya saja penafsirannya yang berbeda.
3)- Fiqih diibaratkan menu yang siap-saji dan siap-santap. Orang yang menyantap dan menikmati belum tentu bisa meramu dan meracik bumbunya, dia itu gambaran konsumen sejati. Sebaliknya ushul-fiqih adalah ibarat koki  atau juru-masak yang handal. Dia mampu meramu dan meracik bumbu hingga menghasilkan menu yang lezat dan siap-saji. Koki mahir itu mampu pula memilih dan memilahkan di antara menu yang lezat dan tidak lezat. Muhammadiyah berada pada posisi penggunaan ushul-fiqih untuk alat mengahasilkan fiqih.          
4)- Bahwa dalam urusan ibadah (apalagi ibadah makhdloh = khusus) itu berlaku kaidah ushul, yaitu : al-Ashlu fil Ibaadah al-Itba' wal Ikhlash. Pada azaznya di dalam ibadah itu haruslah mengikuti ( contoh, perintah, dalil ) dan ikhlas ; artinya rela-hati didalam mengikuti perintah dan contoh itu.
5)- Ibadah yang ikhlas itu harus didasarkan atas`dalil. Karena ada dalil maka orang patuh melakukan ibadah itu. Ibadah yang tanpa mendasarkan dalil ; itu biasanya di sebut bid'ah. Maka bid'ah itu berarti mengubah, manambah, dan atau mengurangi dalam bidang ibadah. Tidak ada bid'ah dalam bidang mu'amalah-dunyaawiyyah.
WUDLU' DAN TAYAMMUM :
1)- Dalam wudlu' maka mengusap kepala itu hanya satu-kali, kemudian diteruskan mengusap kedua telinga (dengan kedua tangan masing-masing). Ingat : Satu-kali dan bukan dua-kali atau lebih !
2)- Dalam berwudlu' maka anggota-badan yang dibasuh tiga-kali, itu berarti bahwa tiga-kali untuk kanan, baru disusul tiga-kali untuk kiri. Bukanlah dengan cara yang selang-seling : kanan - kiri, kanan - kiri, kanan - kiri.  
3)- Kitab Himpunan Putusan Tarjih, dalam wudlu' memang tercantum ”menghirup air ke dalam hidung” Namun hal ini sulit dilakukan, ditinggalkan juga tidak apa-apa
4)- Dalam tayammum di pesawat, dua tapak tangan yang diusapkan di punggung kursi depannya, bermakna mengusap debu. Maka setelah itu lalu diteruskanlah dengan menghembus dua-tapak tangan tadi. Hal ini termasuk ranah ta'abbudi, arti-nya kawasan ibadah, sebab itba' dalam ibadah. Kalau dengan alasan kedua-tangan tidak berdebu, lalu tidak dihembus; maka perilakunya itu termasuk ranah ta'aqquli.
5)- Pada kasus haji gelombang II bisa saja mandi-ihrom dilakukan di Embarkasi Donohudan, mengingat di Bandara King Abdul Aziz terlalu padat. Meskipun mulai memakai pakaian ihrom baru di KAA Jeddah. Caranya wudlu dulu lalu berpakaian ihrom kemudian sholat sunnat-ihrom 2 rakaat.  
SEPUTAR SHOLAT :
1)- Orang melafadzkan niat-sholat dengan bacaan usholli sembari beralasan untuk agar lebih mantap, itu adalah ranah / kawasan ta'aqquli. Berarti sekedar rekayasa akal atau nalar dan tidak berdasar dalil-syar'i. Karena secara syar'i niat-sholat itu tidaklah dilafadzkan lisan, Dengan melafdzkan secara lisan dengan alasan mantap tadi, berarti dia masuk dalam ranah ta'aqquli.
2)- Sholat tarwih dilaksanakan orang dengan 23 atau 11 rakaat itu perbedaan pada aspek ikhtilafiyah, karena mereka masing-masing pihak telah menggunakan dalil sendiri-sendiri; dan hal ini tidak ada kaitannya dengan istilah bid'ah. 
3)- Sebagaimana halnya berpuasa pada tgl. 1 Ramadlon dan Idul-Fitri pada tgl. 1 Syawwal itu adalah ta'abbudi ; namun cara penentuan 1 Ramadlan dan 1 Syawwal itu adalah ta'aqquli. Bahwa akal harus digunakan maksimal untuk memahami dalil-dalil agama dalam cara penentuan awal bulan-bulan Qamariyah.
4)- Dalam sholat di pesawat, itu boleh dilakukan dengan cara tetap duduk dikursi. Maka jika masih juga memaksakan diri untuk mencari tempat yang luang di sisi pilot, umpamanya ; Itu namanya takalluf ( tingkah-laku kepura-puraan).
5)- Dalam sholat jama'ah dimana imam sudah ruku', namun makmum masih tetap  berdiri menyelesaikan bacaan-fatihah ( karena masbuq) ; maka hal ini adalah salah Karena dalam jama'ah, makmum haruslah lebur bersama imam ; imam itu untuk diikuti dan ditaati ( li yu'tamma bihi )
6)-Sholat-Safar itu termasuk ibadah sholat yang masyru', artinya : sholat-safar itu  adalah memang ibadah yang disyari'atkan oleh agama. Mengerjakannya berarti melaksanakan syari'at agama Islam.
7)- Meninggalkan Arofah (usai wukuf) meskipun telah masuk waktu maghrib, maka belumlah melakukan sholat maghrib. Sebab pelaksanaan sholat maghrib dan isya' akan dilakukan di Muzdalifah, dengan cara jamak-ta'khir dan qoshor.
AMALAN DALAM HAJI DAN UMRAH :
1)- Memulai ikhram dengan miqot di Jeddah itu adalah syah. Yang demikian itu telah sesuai dengan fatwa ulama-ulama Saudi Arabia maupun fatwa MUI. Hal inilah yang termasuk miqot yang belum ditentukan oleh Nabi SAW. Sehingga termasuk aspek ijtihad tentu saja ijtihad-ta'aqquli.
2)- Tahallul yang symbol amalannya mencukur atau memotong rambut, ini hanya terkait dengan rambut kepala. Artinya tidak ada kaitannya dengan rambut-rambut lain. Cenderung dalam KBIH Aisyiyah untuk seluruh jamaah haji yang laki-laki melakukan tahallul dengan cara gundul.
3)- Dalam tahallul dengan symbol cukur atau potong rambut-kepala, itu dilakukan dengan nilai-keutamaan yang berjenjang : (1) Cukur gundul, bagi pria, (2) Potong merata pada semua ujung rambut-kepala, (3) Potong sebagian dari rambut-kepala. 
4)- Dikala memulai thawaf sambil tangan-kanan melambaikan ke arah hajar-aswad atau disebut istilaam,  kemudian setelah tangan ditarik kembali, tidak perlu tangan dikecup ; inilah aspek ta'abbudi. Tangan tidak dikecup karena tangannya tidaklah mampu menjamah hajar-aswad. INGAT : Tidak dikecup !
5)- Rasulullah SAW pernah ber- istilam dari atas punggung untanya, namun oleh beliau digunakan tongkat untuk isyarat menjamah hajar-aswad, tentulah dalam hal ini beliau tidak mengecup ujung tongkatnya. Namun untuk masa sekarang ini tongkat dilarang dipakai untuk isyarat istilaam. Larangan ini bukanlah menentang syara', tetapi lebih utama lagi adalah dimaksud untuk menangkal-mafsadah. Hal ini terkait dengan kaidah ushul - fiqih  yang berbunyi ”dar'ul mafaasid muqoddamun ala jalbil masholih ”. Artinya : Menghindar kerusakan itu lebih didahulukan dari pada mencari maslahat.
6)- Tertib-Ritual dalam wukuf di Arofah, yaitu : (1) Khutbah, (2) Adzan, (3) Iqomah, (4) Sholat Dzhuhur dua-rakaat (5) Iqomah (6) Sholat Ashar dua-rakaat, dan (7) Ber- dzikir : tasbih, tahmid, takbir. tahlil, istighfar, baca Qur'an, atau banyak ber-do'a.
7)- Melafadzkan niat haji dan atau umrah itu setelah di atas Bus-Pengankut Haji, ini dicontohkan oleh Nabi SAW dengan melafadzkan niat saat berada di punggung untanya. INGAT : Hanya dalam ibadah haji dan umrah saja, niatnya itu harus jelas dilafadzkan untuk mengiringi niat dalam hati.
8)- Memulai niat dan atau berihrom haji dan umrah dari miqot adalah ta'abbudiy, Sedangkan menentukan posisi-miqot pada tempat-2 yang belum ditentukan oleh Rasul SAW itu adalah ta'aqquliy yang termasuk bidang ijtihaadiy. Misal ketentuan Majlis Ulama Indonesia tentang posisi miqot-makaniy di Bandara King Abdul Aziz KBIH Aisyiyah dalam praktek perjalanan haji Gelomang II, cenderung menetapkan bandara King Abdul Aziz sebagai miqot-makany untuk pelaksanaan ihrom umrah.
9)- Tentang umrah-sunat, jangan dilaksanakan sebelum haji. Namun meskipun dilaksanakan sesudah haji ; ada pertanyaan yang diajukan kepada Prof. Yunahar. Pertanyaan : Prof, bagaimanakah kalau KBIH Aisyiyah tegas-tegas saja tidak usah menyelenggarakan umrah-sunat ? Prof. Yunahar menjawab : ” Kalau seluruh rangkaian haji sudah selesai, belum cukup kuat alasan untuk melarangnya. Kecuali kalau sekembalinya dari Mina, langsung pergi meninggalkan Mekah.  Ini kan masih menunggu beberapa hari, bahkan lebih seminggu.” Wallohu A'lam.
10)- Batas lari-lari kecil dalam 3 (tiga) kali putaran thawaf-qudum/umrah, yaitu dari hajar-aswad hingga ke hajar-aswad lagi. Artinya 3 (tiga) putaran utuh.
11)- Mencium hajar-aswad itu hanya dalam rangkaian thowaf. Jadi kalau tidak ada thowaf, berarti tidak ada mencium hajar-aswad ; karena hal ini tidak ada dasarnya.
12)- Kalau sudah melakukan tahallul-pertama dalam haji ( yaitu setelah melempar jumrah-aqobah) dengan mencukur rambut, maka pada tahallul-kedua tidak cukur rambut lagi. Asal sudah thawaf-ifadlah dan sya'i berarti dia sudah tahallul-kedua.
13)- Sholat sunat-rawatib (yang mengikuti sholat fardlu) itu ada yang ba'diyah, hal ini karena dilakukan sesudah sholat fardlu; dan ada pula yang qobliyah, karena dilakukan sebelum sholat fardlu. Yaitu : sesudah sholat magrib 2 rakaat, sesudah sholat isya' 2 rakaat, sesudah sholat dzuhur 2 rakaat, sebelum sholat dzuhur 2 rakaat, dan sebelum sholat subuh 2 rakaat.
14)- Haraplah difahami dan disikapi secara cerdas, bahwa ada juga sholat-sholat sunat di samping sholat rawatib tersebut. Hal ini terlihat di kalangan para jamaah masjid, terutama  setelah orang memasuki masjid. Sholat-sholat itu antara lain : sholat tahiyyatul masjid 2 rakkat, sholat-sesudah wudlu 2 rakaat, dan sholat antara adzan dan iqamah 2 rakaat.
15)- Setelah jamaah sholat fardlu 5 waktu di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabi seringkali diikuti sholat-janazah (sesuai komando imam). Ada 2 (dua) cara para makmum melaksanakannya. Ada yang begitu selesai salam sholat-fardlu sesegera mungkin mereka sholat sunat rawatib-badiyah, lalu makmum sholat janazah. Tapi ada pula mereka makmum yang sholat janazah dulu, baru mengerjakan sholat sunat rawatib-ba'diyah. Kedua-duanya ini boleh dilakukan, begitu Prof.Yunahar.
16)- Imam sholat di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabi membaca fatihah, selalu dimulai dari alhamdulillah; demikian pula bacaan ayat Qur'an dalam sholatnya dan  tanpa dimulai dengan bismillaahir rahmanir rahiim. Ingatlah : Bahwa basmallah itu dibaca secara jahr (keras) atau sirr (lirih), kedua-duanya sah-sah saja.
17)- Ingatlah, bahwa dalam sujud itu hanya kedua telapak tangan (kanan dan kiri ) yang menempel pada tikar, artinya tidak boleh menempelkan salah satu dan atau kedua lengan tangannya.
18)- Dalam kondisi menunggu waktu sholat, orang umumnya dengan duduk manis Maka dalam duduk manis itu jika dia ngantuk, hingga deklak-dekluk, maka tidaklah membatalkan wudlu. Sebab sering jamaah orang Sudan atau Nigeria menganggap batal. Kita bisa tetap bersikap tegar terhadap faham kita.
19)- Kita sering mengalami keterpaksaan harus ngampet-kentut atau menahan diri dari batal wudlu. Sebab tempat wudlu jauh atau tempat sholat yang amat berjubel. Dalam kondisi biasa menahan kentut atau buang air di kala akan sholat itu tidaklah dibolehkan. Namun kondisi ini amat dlorurot.
SARAN - SARAN :
1)- Karena karpet di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu memang digunakan oleh orang banyak,maka diseyogyakan agar selalu membawa sajadah milik sendiri Hal ini untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.
2)- Bagi anggota Jamaah Haji yang sudah usia tua ( syukur kalau didampingi oleh mahrom laki-laki yang masih kuat ), hendaknya tidak berkecil hati. Mantapkan niat, tegarkan sikap, gembirakan tekat, pentingkan kepada Alloh ber-munajat, selalulah bermohon kuat dan sehat pada setiap mengawali laku ibadat, Insya Alloh afiat.    
3)- Disarankan agar kalimat-kalimat dzikir yang dibaca secara kolektif, namun imam yang bergantian (  sewaktu wukuf di Arofah ), hendaknya berwujud do'a dari ayat-ayat Qur'an (do'a ma'tsur) yang telah disusun rapi dengan terjemahannya. Kemudian dibacakan bergantian oleh antara para  pembimbing atau jamaah yang dipilih fasih bacaannya ; demikian pula terjemahan nya dibaca secara puitis.
4)- Hendaklah diselenggarakan pula upacara keakraban dalam suasana saling salam-salaman saling maaf-memaafkan antar anggota BIHA. Bisa menggunakan peluang ini di waktu akan meninggalkan Arofah, akan meninggalkan Mekah dan akan meninggalkan Madinah. Upacara semacam inilah akan meninggalkan bekas yang amat mendalam dalam lubuk hati sanubari kita masing-masing.
P E N U T U P
Akhirnya marilah kita sama-sama berdo'a semoga haji kita ini menjadi haji yang  diterima oleh Allah SWT sehingga beroleh predikat menjadi : Hajjan mabruuran wa Dzanban maghfuuran wa Sa'yan masykuuran wa Amalan sholihan maqbuulan wa Tijaaratan lan tabuura. Amien x 3 Ya Rabbal Alamien.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host