PENDAHULUAN :
Bahwa dalam ibadah makhdloh ( = khusus ) termasuk
ibadah haji ada tuntunannya yang baku, baik dari ayat Qur'an maupun
hadits Nabi. Penelitian terhadap nash-nash agama selalu digiatkan untuk
memperoleh dalil yang akurat. Berikut adalah hasil temuan yang terserak
atas penelitian tersebut. Sehingga sesama peserta dan pembimbing KBIH
Aisyiyah tidak boleh ada perbedaan di dalam bimbingan-ibadah dan manasik
haji.
IBADAH DALAM MUHAMMADIYAH :
1)- Dalam dunia Islam terdapat 2 corak-
faham, yaitu : MANHAJIY dan MAZHABIY. Muhammadiyah itu bercorak manhajiy, artinya faham agamanya berdasarkan
pada idea atau manhaj. Sehingga ideologinya berazaskan
syari'at (Qur'an dan Sunnah) dan beroirientasi kepada dalil ; bukan
kepada mazhab atau qoul (ucapan seorang). Di luar itu
ada corak mazhabiy, karena yang dianut adalah mazhab,
aliran, ataupun kelompok-isme tertentu. Tentu saja orientasinya memihak dan mengikatkan diri kepada mazhab atau
qoul ulama.
2)- Istilah bid'ah itu berbeda dengan ikhtilafiyah, Dalam makna bid'ah, sebab orang
beramal ibadah tidak mendasarkan dalil dan memang tidak ada dalilnya.
Adapun dalam istilah ikhtilafiyah, maka semua pihak memang menggunakan
dalil, sebab memang ada dalilnya; hanya saja penafsirannya yang berbeda.
3)- Fiqih diibaratkan menu yang siap-saji
dan siap-santap. Orang yang menyantap dan menikmati belum tentu bisa
meramu dan meracik bumbunya, dia itu gambaran konsumen sejati. Sebaliknya ushul-fiqih adalah ibarat koki atau
juru-masak yang handal. Dia mampu meramu dan meracik bumbu hingga menghasilkan
menu yang lezat dan siap-saji. Koki mahir itu mampu pula memilih dan
memilahkan di antara menu yang lezat dan tidak lezat. Muhammadiyah berada
pada posisi penggunaan ushul-fiqih untuk alat mengahasilkan fiqih.
4)- Bahwa dalam urusan ibadah
(apalagi ibadah makhdloh = khusus) itu berlaku kaidah
ushul, yaitu : al-Ashlu fil
Ibaadah al-Itba' wal Ikhlash. Pada azaznya
di dalam ibadah itu haruslah mengikuti ( contoh, perintah, dalil ) dan
ikhlas ; artinya rela-hati didalam mengikuti perintah dan contoh itu.
5)- Ibadah yang ikhlas itu
harus didasarkan atas`dalil. Karena ada dalil maka orang patuh melakukan
ibadah itu. Ibadah yang tanpa mendasarkan dalil ; itu biasanya di sebut bid'ah. Maka bid'ah
itu berarti mengubah, manambah, dan atau mengurangi dalam bidang ibadah.
Tidak ada bid'ah dalam bidang mu'amalah-dunyaawiyyah.
WUDLU' DAN TAYAMMUM :
1)- Dalam wudlu' maka mengusap
kepala itu hanya satu-kali, kemudian diteruskan mengusap kedua telinga
(dengan kedua tangan masing-masing). Ingat : Satu-kali dan bukan dua-kali
atau lebih !
2)- Dalam berwudlu' maka anggota-badan
yang dibasuh tiga-kali, itu berarti bahwa tiga-kali untuk kanan, baru
disusul tiga-kali untuk kiri. Bukanlah dengan cara yang selang-seling
: kanan - kiri, kanan - kiri, kanan - kiri.
3)- Kitab Himpunan Putusan
Tarjih, dalam wudlu' memang tercantum ”menghirup air ke dalam hidung”
Namun hal ini sulit dilakukan, ditinggalkan juga tidak apa-apa
4)- Dalam tayammum di pesawat,
dua tapak tangan yang diusapkan di punggung kursi depannya, bermakna
mengusap debu. Maka setelah itu lalu diteruskanlah dengan menghembus
dua-tapak tangan tadi. Hal ini termasuk ranah ta'abbudi, arti-nya kawasan ibadah, sebab itba' dalam ibadah.
Kalau dengan alasan kedua-tangan tidak berdebu, lalu tidak dihembus;
maka perilakunya itu termasuk ranah ta'aqquli.
5)- Pada kasus haji gelombang
II bisa saja mandi-ihrom dilakukan di Embarkasi Donohudan, mengingat
di Bandara King Abdul Aziz terlalu padat. Meskipun mulai memakai pakaian
ihrom baru di KAA Jeddah. Caranya wudlu dulu lalu berpakaian ihrom kemudian
sholat sunnat-ihrom 2 rakaat.
SEPUTAR SHOLAT :
1)- Orang melafadzkan niat-sholat
dengan bacaan usholli sembari beralasan untuk agar
lebih mantap, itu adalah ranah / kawasan ta'aqquli. Berarti sekedar
rekayasa akal atau nalar dan tidak berdasar dalil-syar'i. Karena secara syar'i niat-sholat
itu tidaklah dilafadzkan lisan, Dengan melafdzkan secara lisan dengan
alasan mantap tadi, berarti dia masuk dalam ranah ta'aqquli.
2)- Sholat tarwih dilaksanakan
orang dengan 23 atau 11 rakaat itu perbedaan pada aspek ikhtilafiyah,
karena mereka masing-masing pihak telah menggunakan dalil sendiri-sendiri;
dan hal ini tidak ada kaitannya dengan istilah bid'ah.
3)- Sebagaimana halnya berpuasa
pada tgl. 1 Ramadlon dan Idul-Fitri pada tgl. 1 Syawwal itu adalah ta'abbudi ; namun cara
penentuan 1 Ramadlan dan 1 Syawwal itu adalah ta'aqquli. Bahwa akal harus digunakan
maksimal untuk memahami dalil-dalil agama dalam cara penentuan awal
bulan-bulan Qamariyah.
4)- Dalam sholat di pesawat,
itu boleh dilakukan dengan cara tetap duduk dikursi. Maka jika masih
juga memaksakan diri untuk mencari tempat yang luang di sisi pilot,
umpamanya ; Itu namanya takalluf ( tingkah-laku kepura-puraan).
5)- Dalam sholat jama'ah dimana
imam sudah ruku', namun makmum masih tetap berdiri menyelesaikan
bacaan-fatihah ( karena masbuq) ; maka hal ini adalah salah Karena dalam
jama'ah, makmum haruslah lebur bersama imam ; imam itu untuk diikuti
dan ditaati ( li yu'tamma
bihi )
6)-Sholat-Safar itu termasuk
ibadah sholat yang masyru', artinya : sholat-safar itu
adalah memang ibadah yang disyari'atkan oleh agama. Mengerjakannya berarti
melaksanakan syari'at agama Islam.
7)- Meninggalkan Arofah (usai
wukuf) meskipun telah masuk waktu maghrib, maka belumlah melakukan sholat
maghrib. Sebab pelaksanaan sholat maghrib dan isya' akan dilakukan di Muzdalifah,
dengan cara jamak-ta'khir dan qoshor.
AMALAN DALAM HAJI DAN UMRAH
:
1)- Memulai ikhram dengan miqot di Jeddah
itu adalah syah. Yang demikian itu telah sesuai dengan fatwa ulama-ulama
Saudi Arabia maupun fatwa MUI. Hal inilah yang termasuk miqot yang belum
ditentukan oleh Nabi SAW. Sehingga termasuk aspek ijtihad tentu saja ijtihad-ta'aqquli.
2)- Tahallul yang symbol amalannya
mencukur atau memotong rambut, ini hanya terkait dengan rambut kepala.
Artinya tidak ada kaitannya dengan rambut-rambut lain. Cenderung dalam
KBIH Aisyiyah untuk seluruh jamaah haji yang laki-laki melakukan tahallul
dengan cara gundul.
3)- Dalam tahallul dengan symbol cukur atau potong
rambut-kepala, itu dilakukan dengan nilai-keutamaan yang berjenjang
: (1) Cukur gundul, bagi pria, (2) Potong merata pada semua ujung rambut-kepala,
(3) Potong sebagian dari rambut-kepala.
4)- Dikala memulai thawaf sambil tangan-kanan
melambaikan ke arah hajar-aswad atau disebut istilaam, kemudian setelah tangan ditarik
kembali, tidak perlu tangan dikecup ; inilah aspek ta'abbudi. Tangan tidak
dikecup karena tangannya tidaklah mampu menjamah hajar-aswad. INGAT : Tidak dikecup !
5)- Rasulullah SAW pernah ber- istilam dari atas
punggung untanya, namun oleh beliau digunakan tongkat untuk isyarat
menjamah hajar-aswad, tentulah dalam hal ini beliau
tidak mengecup ujung tongkatnya. Namun untuk masa sekarang ini tongkat
dilarang dipakai untuk isyarat istilaam. Larangan ini bukanlah menentang
syara', tetapi lebih utama lagi adalah dimaksud untuk menangkal-mafsadah.
Hal ini terkait dengan kaidah ushul - fiqih yang berbunyi ”dar'ul mafaasid muqoddamun
ala jalbil masholih ”. Artinya
: Menghindar kerusakan itu lebih didahulukan dari pada mencari maslahat.
6)- Tertib-Ritual dalam wukuf
di Arofah, yaitu : (1) Khutbah, (2) Adzan, (3) Iqomah, (4) Sholat Dzhuhur
dua-rakaat (5) Iqomah (6) Sholat Ashar dua-rakaat, dan (7) Ber- dzikir
: tasbih, tahmid, takbir. tahlil, istighfar, baca Qur'an, atau banyak
ber-do'a.
7)- Melafadzkan niat haji dan
atau umrah itu setelah di atas Bus-Pengankut Haji, ini dicontohkan oleh
Nabi SAW dengan melafadzkan niat saat berada di punggung untanya. INGAT
: Hanya dalam ibadah haji dan umrah saja, niatnya itu harus jelas dilafadzkan
untuk mengiringi niat dalam hati.
8)- Memulai niat dan atau berihrom
haji dan umrah dari miqot adalah ta'abbudiy, Sedangkan
menentukan posisi-miqot pada tempat-2 yang belum ditentukan oleh Rasul
SAW itu adalah ta'aqquliy yang termasuk bidang ijtihaadiy. Misal ketentuan
Majlis Ulama Indonesia tentang posisi miqot-makaniy di Bandara King Abdul Aziz
KBIH Aisyiyah dalam praktek perjalanan haji Gelomang II, cenderung menetapkan
bandara King Abdul Aziz sebagai miqot-makany untuk pelaksanaan ihrom umrah.
9)- Tentang umrah-sunat, jangan
dilaksanakan sebelum haji. Namun meskipun dilaksanakan sesudah haji
; ada pertanyaan yang diajukan kepada Prof. Yunahar. Pertanyaan : Prof,
bagaimanakah kalau KBIH Aisyiyah tegas-tegas saja tidak usah menyelenggarakan
umrah-sunat ? Prof. Yunahar menjawab : ” Kalau seluruh rangkaian haji
sudah selesai, belum cukup kuat alasan untuk melarangnya. Kecuali kalau
sekembalinya dari Mina, langsung pergi meninggalkan Mekah. Ini
kan masih menunggu beberapa hari, bahkan lebih seminggu.” Wallohu A'lam.
10)- Batas lari-lari kecil
dalam 3 (tiga) kali putaran thawaf-qudum/umrah, yaitu dari hajar-aswad
hingga ke hajar-aswad lagi. Artinya 3 (tiga) putaran utuh.
11)- Mencium hajar-aswad itu
hanya dalam rangkaian thowaf. Jadi kalau tidak ada thowaf, berarti tidak
ada mencium hajar-aswad ; karena hal ini tidak ada dasarnya.
12)- Kalau sudah melakukan
tahallul-pertama dalam haji ( yaitu setelah melempar jumrah-aqobah)
dengan mencukur rambut, maka pada tahallul-kedua tidak cukur rambut
lagi. Asal sudah thawaf-ifadlah dan sya'i berarti dia sudah tahallul-kedua.
13)- Sholat sunat-rawatib (yang
mengikuti sholat fardlu) itu ada yang ba'diyah, hal ini karena dilakukan sesudah
sholat fardlu; dan ada pula yang qobliyah, karena dilakukan sebelum sholat
fardlu. Yaitu : sesudah sholat magrib 2 rakaat, sesudah sholat isya'
2 rakaat, sesudah sholat dzuhur 2 rakaat, sebelum sholat dzuhur 2 rakaat,
dan sebelum sholat subuh 2 rakaat.
14)- Haraplah difahami dan
disikapi secara cerdas, bahwa ada juga sholat-sholat sunat di samping
sholat rawatib tersebut. Hal ini terlihat di kalangan para jamaah masjid,
terutama setelah orang memasuki masjid. Sholat-sholat itu antara
lain : sholat tahiyyatul masjid 2 rakkat, sholat-sesudah wudlu 2 rakaat,
dan sholat antara adzan dan iqamah 2 rakaat.
15)- Setelah jamaah sholat
fardlu 5 waktu di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabi seringkali diikuti
sholat-janazah (sesuai komando imam). Ada 2 (dua) cara para makmum melaksanakannya.
Ada yang begitu selesai salam sholat-fardlu sesegera mungkin mereka
sholat sunat rawatib-badiyah, lalu makmum sholat janazah.
Tapi ada pula mereka makmum yang sholat janazah
dulu, baru mengerjakan sholat sunat rawatib-ba'diyah. Kedua-duanya ini boleh dilakukan,
begitu Prof.Yunahar.
16)- Imam sholat di Masjidil
Haram maupun di Masjid Nabi membaca fatihah, selalu dimulai dari alhamdulillah; demikian pula bacaan ayat Qur'an
dalam sholatnya dan tanpa dimulai dengan bismillaahir
rahmanir rahiim. Ingatlah
: Bahwa basmallah itu dibaca secara jahr (keras) atau sirr (lirih), kedua-duanya
sah-sah saja.
17)- Ingatlah, bahwa dalam
sujud itu hanya kedua telapak tangan (kanan dan kiri ) yang menempel
pada tikar, artinya tidak boleh menempelkan salah satu dan atau kedua
lengan tangannya.
18)- Dalam kondisi menunggu
waktu sholat, orang umumnya dengan duduk manis Maka dalam duduk manis
itu jika dia ngantuk, hingga deklak-dekluk, maka tidaklah membatalkan
wudlu. Sebab sering jamaah orang Sudan atau Nigeria menganggap batal.
Kita bisa tetap bersikap tegar terhadap faham kita.
19)- Kita sering mengalami
keterpaksaan harus ngampet-kentut atau menahan diri dari batal wudlu.
Sebab tempat wudlu jauh atau tempat sholat yang amat berjubel. Dalam
kondisi biasa menahan kentut atau buang air di kala akan sholat itu
tidaklah dibolehkan. Namun kondisi ini amat dlorurot.
SARAN - SARAN :
1)- Karena karpet di Masjidil
Haram dan Masjid Nabawi itu memang digunakan oleh orang banyak,maka
diseyogyakan agar selalu membawa sajadah milik sendiri Hal ini untuk
menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.
2)- Bagi anggota Jamaah Haji
yang sudah usia tua ( syukur kalau didampingi oleh mahrom laki-laki
yang masih kuat ), hendaknya tidak berkecil hati. Mantapkan niat, tegarkan
sikap, gembirakan tekat, pentingkan kepada Alloh ber-munajat, selalulah
bermohon kuat dan sehat pada setiap mengawali laku ibadat, Insya Alloh
afiat.
3)- Disarankan agar kalimat-kalimat
dzikir yang dibaca secara kolektif, namun imam yang bergantian (
sewaktu wukuf di Arofah ), hendaknya berwujud do'a dari ayat-ayat Qur'an
(do'a ma'tsur) yang telah disusun rapi dengan terjemahannya. Kemudian
dibacakan bergantian oleh antara para pembimbing atau jamaah yang
dipilih fasih bacaannya ; demikian pula terjemahan nya dibaca secara
puitis.
4)- Hendaklah diselenggarakan
pula upacara keakraban dalam suasana saling salam-salaman saling maaf-memaafkan
antar anggota BIHA. Bisa menggunakan peluang ini di waktu akan meninggalkan
Arofah, akan meninggalkan Mekah dan akan meninggalkan Madinah. Upacara
semacam inilah akan meninggalkan bekas yang amat mendalam dalam lubuk
hati sanubari kita masing-masing.
P E N U T U P
Akhirnya marilah kita sama-sama
berdo'a semoga haji kita ini menjadi haji yang diterima oleh Allah
SWT sehingga beroleh predikat menjadi : Hajjan mabruuran
wa Dzanban maghfuuran wa Sa'yan masykuuran wa Amalan sholihan maqbuulan
wa Tijaaratan lan tabuura. Amien x 3
Ya Rabbal Alamien.
0 komentar:
Posting Komentar